M.Haris Effendi MSi: From Medan With Dreams

Selamat Datang di Blog Saya. Wadah tumpahan pikiran, renungan, dan rasa dari anak Medan yang insyaAllah sebentar lagi akan mencapai mimpinya menyandang gelar Doktor di bidang science education dari The University of Queensland Brisbane Australia. Silahkan anda membaca tulisan di blog ini semoga ada manfaat yang bisa anda petik darinya. Terimakasih

Friday, February 22, 2013

Relasi antara Agama dan Tindakan Korupsi: Sebuah otokritik


Beberapa tahun silam, tepatnya di tahun 2007, sebuah hasil riset yang dilakukan oleh Transpransi International (TI), sebuah lembaga yang memfokuskan diri mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan governance and anti-corruption, menyatakan bahwa kurang relevansinya hubungan antara agama dan prevalensi praktek korupsi. Penelitian yang melibatkan pengumpulan data tak kurang dari 185 negara dengan latar belakang agama yang sangat beragam ini termasuk Indonesia dan sejumlah Negara Timur Tengah, menunjukkan hasil bahwa dalam masyarakat dengan tingkat kepercayaan agama yang tinggi memiliki Corruption Perception Index (CPI) yang juga tinggi (S.Douglas Beets, 2007). Hasil riset ini sepertinya hendak mengatakan bahwa nilai-nilai normative yang mulia yang di kandung dan diajarkan oleh sebuah agama terlihat tidak berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakatnya, terutama dalam hal perilaku korupsi. Lalu ada kesimpulan dari riset tersebut yang sedikit membuat miris kita selaku umat islam adalah bahwa negara-negara yang masyarakatnya tidak menganggap agama sebagai sesuatu yang penting  justru memiliki CPI yang rendah, namun sebaliknya masyarakat muslim yang selalu megutamakan agama sebagai bagian yang penting dalam kehidupan justru memiliki CPI tinggi. Perlu digaris bawahi agar tidak salah memahami bahwa hasil riset ini, menurut pemahaman penulis, tidak mengatakan bahwa ajaran agama tidak mengajarkan umatnya agar menghindari korupsi, justru sebaliknya setiap agama manapun pasti mengingatkan umatnya untuk jujur dan tidak menguasai hak orang lain, cuma saja para pemeluk  agama itu sendirilah yang belum mampu menerapkan dan menggunakan nilai-nilai agama yang  luhur itu untuk mencegah dirinya dari perbuatan tercela korupsi. 

Namun, terlepas dari pemahaman bahwa ada banyak faktor lain selain faktor agama yang ikut berperan didalam mempengaruhi sikap seseorang untuk melakukan tindakan korupsi, seperti kualitas demokrasi dan penegakan hukum yang lemah,  hasil riset ini meluluh-lantakkan ekspektasi masyarakat religius seperti Indonesia yang selalu meyakini bahwa system nilai spiritual yang diajarkan oleh agama bisa menjadi kontrol terhadap potensi perilaku korupsi.
Terlepas dari kritikan terhadap kesimpulan riset tersebut, hasil riset tersebut bisa jadi benar adanya dan me-representasikan kondisi real Indonesia yang majoritas adalah umat islam karena jika kita mau kembali melihat ranking Indonesia di jajaran negara terkorup dunia, kita pantas bersedih karena ranking Indonesia pada tahun 2012 turun menjadi 118 dibandingkan ranking pada 2011 yang berada pada posisi 105 dari 182 negara ‘terbersih’ didunia (sumber Lembaga Transparansi International; http://indonesiagituloh.com/id/minternasional-2/1057-indeks-persepsi-korupsi-2012-indonesia-ranking-ke-118). 

Disamping kedua hasil riset dan survey diatas yang sepertinya sepakat dengan satu kesimpulan, bukti empiris dengan mudah dapat dicari untuk menjustifikasi kesimpulan riset tersebut. Sebagai contoh, segala kasus dugaan korupsi yang terjadi di Indonesia dan ditangani KPK hingga kini mayoritas dilakukan oleh ‘orang-orang yang mengaku islam’, atau memiliki KTP islam. Bisa disebutkan seperti Al Amin Nasution adalah kader sebuah partai islam, Nazarudin tentulah mengaku sebagai orang islam, Anas Urbaningrum yang diduga terlibat kasus Hambalang adalah mantan ketua umum organisasi islam mahasiswa, mantan menteri agama beberapa periode silam yang terlibat kasus korupsi penyalah gunaan dana haji pastilah beragama islam (http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/19/i/12-18-juli-2012/mainreview/92/mengobok-obok-dana-haji), dan kasus teranyar adalah ditangkapnya Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diduga akan menerima suap sebesar Rp.1 milyar dari Rp.40 milyar yang dijanjikan oleh sebuah perusahan importer daging sebagai hadiah atas jasa beliau menggunakan pengaruhnya pada keputusan penambahan kuota import daging bagi perusahaan dimaksud, di kementerian pertanian. Kasus ini juga menyeret anak salah seorang petinggi partai tersebut, Ridwan Hakim, yang juga dicurigai ikut ‘bermain’. Bahkan Menteri Pertanian yang merupakan kader partai itu telah pula dipanggil oleh Presiden untuk memberikan penjelasannya (Tempo, edisi 24 februari 2013). 

Kasus-kasus besar yang dicuplik diatas dapat dijadikan justifikasi terhadap hasil riset TI yang mengatakan bahwa nilai-nilai agama tidak berpengaruh besar terhadap perilaku umatnya, terutama dalam perilaku korupsi. Padahal para pelaku korupsi yang dikutip diatas sebagian besar adalah orang-orang ‘terhormat’ yang memiliki posisi strategis baik didalam dunia keislaman, politik, maupun sosial kemasyarakatan. Sangat disayangkan!

Lalu, apakah faktor yang ikut menentukan jika faktor religious (seperti tingkat keimanan dan pengusaan ilmu agama) terlihat tidak berpengaruh signifikan? Ada beberapa argument yang akan coba digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Gagalnya internalisasi nilai dan ilmu agama 

Islam sebagai sebuah ajaran harus dipandang sebagai sebuah system tata nilai yang harus di fungsikan dan dijadikan way of life bagi pemeluknya. Namun, untuk dapat memfungsikan islam ditengah masyarakat, diperlukan ilmu yang cukup yang dapat berperan sebagai guideline sekaligus perisai bagi umatnya tatkala dihadapkan pada pilihan-pilihan, termasuk godaan untuk melakukan korupsi. Namun, jika ilmu yang dimiliki tidak mampu membentengi seseorang dari tindakan tercela, maka dapat diasumsikan bahwa ilmu yang dimiliki belum mengakar dalam diri dan belum membentuk karakter baik pada diri sipemilik ilmu. Hal ini diperkirakan terjadi karena gagalnya atau tidak terjadinya internalisasi nilai-nilai yang seharusnya mampu menjembatani hubungan antara ilmu dan amal. Hasilnya, ilmu hanya dipandang sebagai sebuah fakta dan nilai yang tertulis diatas kertas namun gering dengan implementasi. Meminjam istilah dari dunia pendidikan, bahwa dengan memiliki ilmu (kognitif) yang baik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mampu melakukan sesuatu (psikomotorik). Harus ada afektif atau penghargaan, appresiasi dan kecintaan akan pentingnya mengamalkan ilmu tersebut yang pada gilirannya akan memberikan daya dorong untuk berkarya dan melakukan hal baik, termasuk menghindarkan diri dari tindakan tercela. 

Oleh karena itu upaya menginternalisasi nilai-nilai agama sifatnya wajib agar ilmu dan amal dapat berjalan selaras karena internalisasi nilai-nilai akan membentuk kepribadian atau karakter seseorang. Lalu, jika demikian, bisa jadi para koruptor yang mayoritas muslim disebutkan diatas lupa untuk atau bahkan gagal meng-internalisasi nilai-nilai agama yang telah diketahui dan dipahami dengan baik. Tak heran jika seolah-olah ilmu yang tinggi dan iman yang kuat tak berperan banyak didalam kehidupan mereka, dalam konteks menghindari tindakan korupsi.

Oleh karena itu, untuk mendidik generasi Indonesia masa depan yang lebih mampu meng-implementasikan ilmu didalam kehidupan secara selaras, perlu adanya usaha untuk mereformasi kurikulum dengan menyisipkan materi keperibadian luhur didalam kurikulum, sehingga bukan hanya memiliki ilmu, namun siswa juga mampu berkarya dan menampilkan dirinya sebagai manusia yang utuh. Thus, kurikulum 2013 yang sedang digodok Depdiknas yang lebih fokus kepada pembentukan ‘karakter baik’ bangsa diharapkan mampu memperbaiki kondisi pendidikan Indonesia, bukan hanya secara quantitas namun lebih pada kualitas. Pendekatan dimaksud hanya dapat dicapai dengan memberikan kesempatan pada anak untuk menginternalisasi nilai dan ilmu yang telah diajarkan, dan mengaktualisasikan nya dalam keseharian. Contoh dan tauladan menjadi sangat penting dalam usaha ini karena siswa cenderung mencari raw model sebagai pembenaran untuk setiap tindakan yang dilakukannya. 

Lalu bagamanakah dengan iman?

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa iman pada diri seseorang akan mengalami pasang surut. Terkadang bisa naik dan terkadang turun. Banyak faktor yang menentukan kuat lemahnya iman seseorang, dan salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Dengan memiliki ilmu yabng baik idealnya iman seseorang juga akan semakin baik. 

Tapi, apakah iman para pelaku korupsi - yang sebagian besar disebutkan diatas dapat digolongkan sebagai orang yang berilmu dan mengerti ajaran islam dengan baik, sedang turun ketika melakukan korupsi? Jawabannya bisa ya ataupun tidak. 

Ya, benar, jika tindakan korupsi tersebut adalah yang pertama dilakukan. Sebagai manusia pelaku bisa jadi khilaf, lalu bertaubat dan mengembalikan uang haram tersebut. Sangat manusiawi. Namun jawabannya bisa jadi salah, karena menurut informasi yang diberitakan di majalah Tempo edisi 17 Februari 2013 bahwa tindakan korupsi yang dilakukan oleh kader PKS bukanlah yang pertama. Sebelumnya mereka telah terendus oleh para wartawan memainkan permainan pengadaan benih masih dikementerian yang sama beberapa waktu silam. Lalu, apakah mereka yang me-labeli dirinya sebagai partai bersih anti-korupsi dan terdiri atas para dai dan pendakwah itu, selalu mengalami turun-iman saat melakukan korupsi? Namun tidak pernah bertaubat setelahnya? Atau malah mungkin tidak merasa bersalah melakukan korupsi berulang-ulang? Atau malah mereka mengalami masalah dengan imannya.

Lalu, jika kita bandingkan dengan figure ‘non-religius’ semacam Jokowi - yang sejak dari Solo hingga menjadi DKI-1 selalu transparans dalam management kerjanya sebagai upaya untuk menjaga dirinya terhindar dari tindakan korupsi, apakah bisa dikatakan memiliki tingkat keimanan yang selalu tinggi? Jawabannya bisa ya ataupun tidak.

Ya, jika kita menggunakan premise yang sama bahwa iman akan menentukan kualitas amal seseorang. Berarti sampai hari ini Jokowi memiliki iman yang lebih kokoh, lebih konsisten, dan lebih terjaga dibanding para dai diatas karena sampai hari ini beliau masih terlihat ‘bersih’. Hebat! Namun jawabannya bisa jadi salah, karena di dalam perspektif keislaman tidak ada manusia yang imannya selalu terjaga senantiasa dan terhindar dari dosa, kecuali Rasulullah SAW. Berarti, Jokowi pasti juga mengalami pasang surut  iman dalam hidupnya. Lumrah sebagai manusia! Namun kok beliau tetap kuat menjaga dirinya agar terhindar dari korupsi tatkala imannya melorot? Berarti ada faktor lain yang ukut menentukan selain ilmu dan iman. Maka, dapat disimpulkan bahwa iman dan ilmu tidak selalu berpengaruh besar kepada terjaganya seseorang dari perbuatan tercela, karena masih ada faktor lain yang ikut berperan. Argument ini juga atributif kepada hasil riset TI diatas yang menyatakan bahwa kurang relevansinya hubungan antara agama (termasuk didalamnya nilai, ilmu dan iman) dan prevalensi praktek korupsi.

 Perlunya Sebuah Integritas 

You mean what you said and you said what you mean, adalah slogan yang seharusnya tertanam dihati dan dibenak para politikus kita, termasuk para pengemplang uang rakyat itu, dan terwujud dalam ‘gesture’ keseharian mereka. Kerinduan rakyat akan figure semacam itu seharusnya dapat di tampilkan oleh tokoh-tokoh agama semacam mereka karena mereka dianggap ‘lebih sempurna’ dibanding tokoh ‘non-religius’ semacam Jokowi karena mereka lebih memiliki  kelengakapan dalam hal ilmu agama, iman dan kesalehan. Tapi kok malah Jokowi yang sukses menampilkan diri lebih sempurna dibanding mereka dihadapan masyarakat? Jokowi lebih memiliki integritas dibanding mereka, itu jawabannya. 

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata integritas didefinisikan sebagai :“mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan , kejujuran”. Kunci dari arti kata ‘integritas’ adalah ‘keutuhan, kesatuan’ yang memang disifati dengan kejujuran dan kewibawaan. Jadi integritas dapat dimaknai sabagai  ‘keutuhan diri’, atau ‘keutuhan pribadi’ antara komponen lahir maupun batin, yang terdiri dari: jiwa, hati, perasaan, penglihatan, pendengaran, diri, ruh (semuanya tergolong afektif) dan akal pikiran (tergolong kognitif). Kesatuan utuh antara komponen afektif dan kognitif inilah yang dimaknai sebagai ‘integritas’. Dengan integritas yang baik akan menentukan amal (psikomotorik) yang baik pula.
Perbedaan dalam hal kualitas integritas ini bisa jadi memberikan perbedaan cara pandang atas peran dan fungsi mereka sebagai khalifal fil ardh, pemimpin diatas bumi ini. Pihak pertama dan termasuk juga para pengemplang uang rakyat lainnya mungkin memandang jabatan dan kekuasaan sebagai sebuah hadiah dimana ianya dapat digunakan untuk memberikan kesenangan pada sang pemangku. Apalagi jika dipandang sebagai lahan subur untuk mengeruk keuntungan, memperbesar kekayaan. Aji mumpung secara negative.

Namun, golongan kedua, bukan hanya Jokowi namun juga termasuk tokoh-tokoh lain yang hingga kini masih bersih dari tindakan korupsi seperti Dahlan Iskan, dll, mungkin memandang jabatan dan kekuasaan sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan, bukan sebagai hadiah, apalagi sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan dan memperkaya diri dan golongannya. Sebaliknya, dari ‘gesture’ mereka yang sederhana, masyarakat dapat dengan mudah menebak bahwa mereka sepertinya memandang jabatan dan kekuasaan sebagai ladang amal untuk membahagiakan orang banyak. Aji mumpung secara positif.

Perbedaan dalam kualitas integritas ini adalah ‘supporting evidence’ yang semakin memperkuat discourses tentang ‘tidak kuatnya relasi antara tingkat keagamaan seseorang dengan kepatuhan  untuk menjalankan hukum normatif’. 

Cara pandang pada, dan kesadaran akan, tanggung jawab yang diemban sebagai pejabat public sepertinya tidak hanya didapatkan melalui kepemilikan ilmu agama yang tinggi dan iman yang kuat saja, dan hal-hal lain semacamnya, namun dapat juga diperoleh dengan selalu mengasah ‘hati’ dan indera didalam memaknai, meresapi dan meng-empati situasi sosio-politik masyarakat yang notabene masih banyak berada dibawah garis kemiskinan dan terus berharap akan tampilnya figure-figur jujur yang bersungguh-sungguh dengan apa yang akan dia lakukan dan mampu melakukan apa yang dia janjikan. Ironi sekali jika pada akhirnya kita harus berkata bahwa para pelaku korupsi adalah orang-orang yang pantas dipertanyakan integritasnya.  Labih parah lagi jika kita harus berkata bahwa para koruptor adalah ‘ORANG-ORANG YANG TIDAK PUNYA INTEGRITAS. 

Sekian

Saturday, February 16, 2013

Hati Para Koruptor

Pagi ini ketika kubuka mataku, aku terkesiap oleh sinar mentari pagi yang hadir disela-sela jendela kamarku. Astaghfirullah, sudah jam 5 pagi dan aku segera lompat ke washroom untuk mengambil wudhu bergegas melaksanakan sholat subuh. Alhamdulillah ya Allah, masih Kau beri diri ini kesempatan untuk menghirup oksigenMu, menyaksikan kebesaran ciptaanMu, dan melanjutkan hidup ini sehari lagi. Aku jadi teringat pada sebuah nasehat bijak yang kubaca di sebuah tulisan beberapa hari lalu yang mengatakan 'Syukurilah hari ini karena tidak semua orang diberikan izin untuk bangun esok pagi'. Dan aku, sekali lagi alhamdulillah, adalah termasuk salah satu dari milyaran orang yang Kau izinkan bangun pagi ini.

'Click', ku pencet remote control TV ku untuk mencoba mencari berita yang hangat yang dapat memberi semangat untuk hari ini. SBS Two, dengan siaran tunda dari Indonesia, negeriku tercinta, menghadirkan berita panas tentang tragedi korupsi yang menimpa sejumlah tokoh partai dan agama disana. Juga menghadirkan beratnya KPK melaksanakan tugasnya. Aku terharu mengetahui bahwa korupsi sudah menjajah bangsa Indonesia dan menelan korban bukan hanya tokoh nasionalis yang gering akan nilai2 agama, namun juga para tokoh ulama dan partai yang dihormati masyarakat. 'Kok bisa ya Pa?', tanya istriku. Aku terhenyak tak percaya. 'Harta telah membutakan hati para pelakunya', kata ku singkat. Harta telah membuat para pelaku, yang notabene paham akan ajaran agamanya yang luhur, untuk melakukan dosa besar itu. Memakan uang rakyat Ikut semakin menambah penderitaan rakyat.

Harta vs Iman. Itulah kataku berikutnya yang terlontar dari bibirku. Aku jadi teringat pada sebuah artikelku yang pernah kutulis di blog ini juga sekitar 2 tahun lalu, dengan judul NISSAN vs NISAN. Untuk mendapatkan Nissan (merk mobil, simbol harta) orang sering terjebak melakukan dosa dan melupakan Nisan (batu nisan kuburan, simbol kematian dan akhirat). Astaghfirullahaldzim, aku berlindung kepada Allah dari berbuat dosa besar semacam itu.

Pembicaraan kami berlanjut dengan membicarakan tokoh visioner yang selalu menjadi buah bibir di Indonesia. JOKOWI. Sungguh fenomenal orang ini. Sejak kampanye sampai hari ini menjadi gubernur DKI Jakata, berita baik tentang dirinya tak henti beredar di media massa termasuk dunia maya yang menceritakan sepak terjangnya membela rakyat miskin, membangun Jakarta yang baru. Beliau tak segannya mengeluarkan uang pribadi untuk memberi sumbangan kepada rakyat miskin, bukan hanya di Jakarta namun sudah sejak di Solo. Harta? Beliau sepertinya tidak ngotot dengan yang satu ini, malah beliau gunakan untuk membantu orang lain. Korupsi, beliau sepertinya putih seputih salju. Padahal beliau bukan tokoh agama yang selalu menasehati orang dimana-mana. 'Kok bisa ya', tanya istriku lagi. 'Hmm...', aku menghela nafas. Ternyata ilmu agama yang baik tidak menjamin seseorang untuk terhindar dari berbuat dosa besar.

Memang, iman itu berosilasi, naik turun. Ini pun salah satu judul artikelku yang ku publish lebih setahun lalu di blog ini. Adakalanya ia naik, adakalanya ia turun. Iman dapat menentukan kualitas amal seseorang. Tapi apakah iman para pelaku korupsi yang merupakan tokoh agama itu sedang turun ketika melakukan korupsi? Bisa ya, bisa tidak. Ya, benar, jika perbuatan itu baru sekali itu dilakukan oleh partai dan oknum tersebut. Tidak, salah, karena ternyata menurut KPK perbuatan tersebut telah dilakukan semenjak partai tersebut mengendalikan sebuah kementerian di negeriku tercinta itu. Mulai dari pengaturan kuota daging, benih, dll (info dari Tempo edisi terbaru).

Bagaimana dengan JOKOWI dan tokoh2 lain seperti Jusuf Kalla, you name them, yang dianggap bersih di Indonesia? Apakah mereka selalu memiliki iman yang kuat dan maksimum sehingga mampu menjaga diri mereka dari perbuatan dosa korupsi? Wallahua'lam. Bisa ya dan tidak. Ya, benar, jika kita menggunakan premise yang sama bahwa 'iman akan menentukan amal seseorang'. Tidak, bisa salah, jika kita yakin bahwa hanya nabi Muhammad SAW yang imannya selalu kuat dan selalu terjaga dari dosa. Padahal mereka2 ini, termasuk JOKOWI, bukanlah tokoh agama apalagi yang biasa menasehati rakyat untuk tidak berbuat dosa.

Sedih rasanya melihat anomali ini.

Hypothesa saya hanya satu, bahwa para tokoh tersebut hanya berbeda dalam satu hal. Mereka berbeda dalam memandang peran mereka di atas bumi ini sebagai khalifah fil ardh. Sebagai pemimpin di bumi ini. Pihak pertama, termasuk para pengemplang uang rakyat lainnya, mungkin memandang jabatan dan kekuasaan adalah hadiah dimana ianya dapat digunakan untuk memberi kesenangan pada si pemangku. Juga dipandang sebagai lahan subur untuk memetik untung. Aji mumpung dalam hal negatif.

Namun pihak kedua, mungkin memandang jabatan dan kekuasaannya sebagai sesuatu yang berat, harus dipertanggung jawabkan, dan bukan milik pribadi. Bukan pula sebagai lahan mencari kekayaan. Namun lebih sebagai lahan untuk berbuat amal dengan membahagiakan orang banyak.

Visi dan kesadaran akan tugas mulia sebagai pemimpin ini tidak harus didapatkan hanya melalui iman yang kuat, ilmu agama yang tinggi, dan hal2 lain yang berkenaan dengan itu. Kesadaran itu dapat juga diperoleh dengan selalu mengasah hati dan indra didalam memaknai, meresapi, dan meng-empati situasi sosio-politik di lingkungan sekitar. Ironi sekali jika pada akhirnya kita harus berkata bahwa para pelaku korupsi adalah orang2 yang tidak menggunakan hati dan inderanya dalam kehidupan. Atau lebih parah lagi jika kita berkata bahwa para koruptor adalah ORANG-ORANG YANG TIDAK PUNYA HATI. titik

sekian

Wednesday, September 8, 2010

Renungan di Ujung Ramadhan

Idul fitri adalah hari besar umat islam di seluruh dunia. Tak kenal kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua orang ingin merayakannya dengan penuh khidmat dan bahagia. Idul fitri adalah puncak kebahagiaan yang akan dirasakan bagi siapa saja yang telah lulus dari sebuah perjuangan panjang dan berat selama sebulan penuh. Menahan lapar, dahaga, nafsu, emosi, diselingi dengan tetap menjalankan kewajiban baik bersifat duniawi dan ukhrawi (akhirat). Idul fitri adalah salah satu kegembiraan yanga diterima umat islam selain kelak akan bertemu dengan sang khaliknya.

Rasa yang muncul di dada setiap hamba akan sangat bervariasi tergantung pada motivasi seseorang. Ada yang merasa senang karena akan segera terlepas dari puasa yang menyiksa. Ada yang biasa saja karena tidak mendapatkan bekas apapun dari puasa yang telah dilakukan kecuali lapar dan dahaga. Namun ada juga yang sedih karena akan ditinggalkan oleh sebuah bulan yang kebaikannya melebihi bulan-bulan lainnya dan di dalamnya terdapat sebuah malam yang kebaikannya melebihi amalan 1000 bulan.

Sedih, itulah kata yang tepat untuk melukiskan sebuah perpisahan dengan orang atau sesuatu yang kita cintai. Mengapa? Karena kita tidak pernah tahu apakah kita akan dapat bertemu kembali dengannya kelak. Cukup untungkah diri ini memiliki umur panjang dan kesempatan kedua sehingga dapat bertemu kembali dengan ramadhan di tahun depan? Tak seorangpun yang dapat menjawabnya, kecuali Dia yang maha tahu.

Sedih karena merasa diri ini belum maksimal memanfaatkan peluang yang ada. Sia-sia dalam beramal. Sia-sia memperlakukan sebuah hal yang paling berharga dalam hidup ini, dan belum pasti akan datang kembali di masa yang akan datang.

Begitulah memang, penyesalan datang diakhir dari setiap tragedi. Hari demi hari, detik demi detik, waktu berlalu semakin cepat menuju ujung dari ramadhan. Apakah kita pantas bahagia, biasa saja, ataukah justru sedih dengan berlalunya ramadhan? Silahkan kita koreksi diri kita masing-masing. Semoga Allah masih memberikan kita kesempatan untuk bertemu dengan Ramadhan di tahun depan, Amin.

Berikut ini adalah lagu dari Bimbo yang menceritakan kesedihan akan perginya ramadhan.

Setiap Habis Ramadhan

Setiap habis ramadhan
Hamba rindu lagi ramadhan
Saat -saat padat beribadah
Tak terhingga nilai mahalnya

Setiap habis ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
umur hamba di tahun depan
berilah hamba kesempatan

Alangkah nikmat ibadah di bulan ramadhan
sekeluarga sekampung se negara
kaum muslimin dan muslimat sedunia
seluruhnya utuh dipersatukan
dalam memohon ridha Nya

Semoga bermanfaat

Haris Effendi

Narcism. Apakah anda Narcist? apakah narcism penyakit kejiwaan?

Belakangan ini kita sering mendengar kata-kata narsis, narsisme, grup narsis, dan kata-kata lainnya yang berkaitan dengan narsis.Namun tahukah apa itu narsisme?

Narsisme memang salah satu penyakit kejiwaan....namun menurut para narsist jika narsisme dapat dikontrol akan bermanfaat dalam kehidupan, namun jika tidak mampu mengontrolnya maka akan menjadi masalah dalam kehidupan. Apakah anda seorang narsist? Silahkan simak tulisan berikut dan introspeksi diri anda.



Narsisme.

Dalam mitology Yunani, Narcissus adalah seorang anak muda Yunani yang belum pernah sama sekali melihat bayangannya di cermin. Ketika dia berjalan di hutan dia merasa haus lalu dia berhenti di sebuah kolam. Dia melihat bayangannya di dalam air untuk yang pertama kalinya. Tanpa menyadarinya, dia mulai jatuh cinta pada dan mulai berbicara dengan bayangannya tersebut. Lalu Narcissus berubah menjadi bunga bernama Narcissus.

Narsis dipakai untuk menyebut orang yang terlalu kagum, bangga, dan memuja diri sendiri, walaupun kadang istilah narsis juga populer diselewengkan atau disejajarkan dengan tindakan rajin foto-foto yang lebih tepat disebut ‘banci kamera.’

Gangguan narsisistik yang cukup serius terjadi seandainya seseorang memenuhi 5 dari 9 ciri berikut:

1. Grandiose view of one’s importance, arrogance. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki dan ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.

2. Preoccupation with one’s success, beauty, brilliance;.Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati.

3. Extreme need of admiration. Memiliki kebutuhan yang eksesif untuk dikagumi.

4. Strong sense of entitlement. Merasa layak untuk diperlakukan secara istimewa.

5. Lacks of empathy. Kurang empati.

6. Tendency to exploit others. Mengeksploitasi hubungan interpersonal.

7. Envy of others. Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya.

8. Shows arrogant, haughty behavior or attitudes. Angkuh, memandang rendah orang lain.

9. Believe that she or he is special and unique. Percaya bahwa dirinya adalah spesial dan unik.

Sumber : ttp://lexdepraxis.wordpress.com/2009/09/18/narsis-itu-sehat/

M. Haris Effendi

Wednesday, December 23, 2009

Constructivism Theory

Pemahaman tentang teori konstruktivisme sangat beragam dan berbeda, malah banyak yang memiliki misconception terhadapnya.

Teori konstruktivisme tidak meminta murid untuk membangun ilmu, tetapi adalah murid yang secara terbimbing (bukan guru) menempelkan/menyambungkan ilmu/pengetahuan baru pada fondasi/cabang yang telah ada sebelumnya, atau menempelkan ilmu/pengetahuan baru yang sejenis dan memiliki kaitan pada rangkaian/cabang ilmu yang sudah ada di ranah kognitif anak.

Proses penempelan atau penyambungan (yang diawali dengan usaha pencarian) ini sebaiknya bukanlah dengan total mendengarkan penjelasan dari guru apalagi dengan menghafal, namun guru sebaiknya memberikan sarana/fasilitas dan bimbingan kepada murid untuk melakukan hands-on activities atau kegiatan langsung, sehingga murid akan mendapatkan sendiri makna / kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan dan hal itu dapat bertahan lama pada ingatan murid.

Hasil riset menunjukkan bahwa dengan melakukan hands-on activities maka tingkat pencapaian murid pada beberapa pelajaran mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding dengan metode ceramah.

sebagai contoh penerapan :

jika guru ingin mengajarkan perkalian, (daripada meminta murid menghafalkan perkalian) maka sebaiknya guru mengajak murid-murid nya melakukan aktifitas berupa penjumlahan berulang menggunakan media atau objek seperti lidi / batang / batu, dll.

Murid diminta untuk melakukan penjumlahan berulang sehingga akhirnya murid akan melihat dan menyadari bahwa, sbg contoh ; 8 itu adalah penjumlahan berulang dari 2 sebanyak 4 kali (2+2+2+2) , atau penjumlahan berulang dari 4 sebanyak 2 kali (4+4), dan selanjutnya. Demikian sampai akhirnya murid menyadari bahwa perkalian itu tidak wajib dihafalkan, namun perlu dipahami bahwa dengan mengetahui penjumlahan (dalam hal ini penjumlahan berlaku sebagai cabang ilmu sebelumnya tempat perkalian di sambungkan) maka perkalian akan bisa dilakukan.

Murid akan menemukan hubungan antara penjumlahan dan perkalian, sehingga dapat dikatakan murid telah mengkonstruk ilmu bagi dirinya. Bandingkan dengan yang biasa dilakukan guru. Guru meminta murid menghafal perkalian, namun tidak menunjukkan hubungannya dengan penjumlahan, sehingga murid tidak tahu mau ditempelkan dimana perkalian dalam susunan kognitif nya.

Lalu timbul pertanyaan, jika tidak hafal perkalian maka murid akan menemukan kesulitan dalam soal2 perkalian. Maka jawabannya adalah bantu murid untuk mendapatkan kondisi agar mereka secara tidak sengaja menghafal (memorizing) perkalian dengan cara memberikan latihan sebanyak-banyaknya menggunakan semua angka, juga dengan menempelkan foster-foster perkalian dikelas dan dirumah (sebagai ganti dengan meminta murid menghafal dan menyetor hafalannya ke depan kelas). Jadi murid akan hafal karena pembiasaan dan kegiatan ini tidak membebani anak. Ingat prinsip learn, fun, and grow bukan learn, stress, and grow.

Inilah yang dulu diminta CBSA (cara belajar siswa aktif), maksudnya guru memberikan kegiatan kepada murid dalam mencari dan mengkonstruk ilmu (menyambung ilmu). Namun sangat disayangkan CBSA tidak berhasil karena kurangnya pemahaman guru dan sekolah akan misi kurikulum ini dan juga kurangnya keahlian (dan training) dalam menggunakan metode yang sesuai untuk memenuhi keinginan CBSA.

Penguasaan terhadap materi pelajaran adalah mutlak dan tidak perlu disinggung lagi. Maka pengusaan pedagogical skill (keterampilan mengajar dan menggunakan metode yang variatif dan sesuai dengan isi pelajaran) berada pada urutan pertama sebagai syarat untuk menjadi guru professional. Dengan memiliki pedagogic skill yang memadai maka guru akan mampu membimbing murid bagaimanapun level kognitif dan daya nalarnya, karena guru yang baik akan tahu sejauh mana dia dapat melepas muridnya dan sejauh mana dia harus membantu muridnya.

KBK meminta guru menanamkan kompetensi (kemampuan) pada murid dan untuk itu KBK menganjurkan agar guru menggunakan active learning methods, termasuk inquiry methods (coba baca lagi Kurikulum 2004 tentang KBK). Nah akan menjadi pertanyaan : Bagaimanakah guru-guru di Indonesia menyikapi KBK dan metode apa yang umumnya mereka gunakan dalam mengajar? Apakah KBK akan bernasib sama dengan CBSA?

Memang benar bahwa ada mata pelajaran yang memang tidak bisa digunakan metode hands-on activities atau active learning, maka sebaiknya guru-guru pengajar mata pelajaran ini mencari cara agar kegiatan belajar tidak dijejali dengan ceramah dan menghafal yang membosankan. Mungkin sesekali dapat dilakukan field trip, dll.

Kegiatan belajar seperti ini (menggunakan hands-on activities) sudah banyak dilakukan di sekolah-sekolah modern di Jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia, apalagi sekolah-sekolah di luar negeri. Dan saya yakin suatu saat Indonesia akan mampu mengadopsi metode ini (dengan melakukan reformasi dalam dunia pendidikan) karena telah teruji secara ilmiah mampu membantu murid meningkatkan prestasi dan minat belajarnya.

Semoga bermanfaat

Monday, December 21, 2009

Professionalisme guru : Fasilitator vs Content Transmitter

Pendidikan adalah proses penggabungan antara teaching and learning. Berhasilnya usaha learning yang dilakukan oleh peserta didik ditentukan oleh teaching yang di lakukan oleh guru.

Guru yang baik harus berperan sebagai fasilitator bukannya content transmitter, apalagi diktator. Guru sebagai fasilitator adalah guru yang mengemban paradigma constructivism didalam aktivitas mengajarnya. Artinya adalah murid lah yang meng konstruk / membangun sendiri pengetahuan didalam dirinya, tugas guru hanyalah sebagai stimulator atau pemberi rangsangan. Jadi bukan guru yang meng konstruk ilmu bagi murid. Jika bukan ini yang dilakukan oleh guru maka guru telah melakukan tugas hanya sebagai content transmitter / pemindah ilmu, yang mana probability untuk melekat di ranah kognitif anak tidak akan sebaik jika guru berperan sebagai fasiltitor.

Guru sebagai fasilitator berarti bahwa guru harus menggunakan metode student-centered learning bukannya teacher-centered learning. Dengan metode yang pertama maka murid akan menemukan keasyikan didalam mempelajari ilmu yang akan dia konstruk dan potensi murid akan tumbuh dengan baik, namun jika guru menggunakan metode kedua maka akan timbul kejenuhan bagi siswa didalam proses belajar.

Metode student-centered learning dapat berupa inquiry, discussion, collaborative learning, practicum, tutorial, dan problem solving (silahkan baca sendiri detail teorinya) sedangkan metode teacher-centered learning biasanya berupa ceramah yang di ikuti dengan mencatat dan menghapal.

Menjadi guru professional dapat dilmulai dari usaha untuk merubah diri dari seorang content transmitter menjadi fasilitator atau juga learning manager. Namun untuk dapat melakukan itu tidaklah mudah karena banyak faktor yang menentukan. Diantaranya adalah believe yang dimiliki guru terhadap learning outcome, school, and student; fasilitas; curriculum (curriculum Indonesia terkenal selalu overloaded); ujian nasional yang menentukan kelulusan spt UN; dan tersedianya training / workshop (professional development program).

Dengan melakukan student-centered learning maka kemampuan bertanya dan menjawab, critical thinking, dan kemampuan mencari jawaban akan apa yang sedang dicari oleh siswa akan terbentuk didalam proses pembentukan ilmunya. Akibatnya akan tercipta ilmuwan-ilmuwan kecil di dalam kelas yang nantinya akan terus menapaki langkahnya menjadi calon-calon ilmuwan masa depan.

Belajar haruslah memiliki prinsip learn, fun, and grow bukannya learn, stress, and grow. Untuk itu guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki tanggung jawab terbesar didalam menciptakan suasana belajar yang fun untuk membantu siswa tumbuh menjadi dirinya sendiri bukannya menjadi robot-robot kecil yang ahli menghafal dan mencatat saja.

Semoga Sertifikasi akan diarahkan kepada terciptanya guru yang professional, bukannya guru yang dihantui dengan UN dan beban mengajar yang harus 24 jam / minggu. Bukan itu jaminan professionalitas seorang guru. Namun professionalitas guru ditentukan oleh sejauh mana guru tersebut mampu membantu menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi muridnya dalam mengkonstruk ilmunya sendiri dengan bertindak sebagai fasilitator bukannya diktator ataupun content transmitter. Sudah saatnya paradigma pendidikan Indonesia berubah jika ingin meningkatkan mutunya.

Wednesday, August 26, 2009

Iman yang Ber-Osilasi

By. M.Haris Effendi, MSi


Osilasi, sebuah kata yang sering didengar dan ditemui dalam dunia fisika, yang mana maknanya adalah kira-kira menunjukkan suatu kejadian perulangan akan sebuah kejadian atau menunjukkan sebuah fenomena keterulangan. Proses keterulangan ini terjadi pada saat curva naik mencapai titik maksimum dan berikutnya secara otomatis curva ini akan turun kembali mencapai titik terendah atau minimum. Contoh osilasi dapat dilihat pada sebuah grafik naik turun sinus atau grafik gelombang suara yang menunjukkan naik turunnya gelombnag suara pada titik extrim atas dan bawah alias maksimum dan minimum.

Fenomena osilasi tidak hanya terjadi pada dunia fisika atau tidak hanya didominasi oleh contoh-contoh di bidang fisika, namun nyatanya fenomena ini adalah fenomena alamiah ilmiah yang terjadi didalam kehidupan manusia sesungguhnya. Banyak contoh nyata dalam kehidupan manusia yang berkaitan erat dengan fenomena ini seperti bandul yang otomatis terus berputar, ayunan, kipas angin bergerak kekekiri dan kekanan, pergantian siang dan malam, gerakan pegas, winter dan summer, detak jantung manusia, bekerja dan istirahat, dan masih banyak lagi lainnya.

Semua contoh-contoh tersebut diatas mengalami pergantian secara alamiah dari keadaan maksimum kepada keadaan minimum. Perubahan atau pergantian itu pasti disebabkan oleh faktor pemicu yang sangat dominan diantaranya adalah energi.

Sehat dan sakit adalah contoh lain dari osilasi. Saat tubuh dipacu bekerja maka tubuh akan mengeluarkan segala daya dan energi yang dimilikinya untuk menghasilkan karya yang diharapkan. Tubuh akan mencapai titik maksimum dalam penggunaan energinya atau tubuh mencapai beban maksimum, namun lambat laun energi nya akan berkurang dan terus berkurang sehingga akhirnya tubuh meminta agar terjadi recovery energy dan semua beban yang overload di hilangkan darinya. Response yang paling alami dan ilmiah muncul adalah timbulnya rasa sakit atau tubuh jatuh kekeadaan sakit. Keadaan ini adalah salah satu cara yang dilakukan tubuh melalui perintah otak agar tercipta keadaan energy minimum. Namun untuk menghindarkan terjadinya kondisi sakit, tubuh menciptakan kondisi alert yaitu berupa tanda-tanda kelelahan. Oleh karenanya tubuh meminta istirahat bagi recovery energynya. Recovery ini adalah salah satu cara agar tubuh mendapatkan kembali kondisi energi minimum.

Bila dikaitkan dengan bidang sosial psychology, maka akan dapat ditemui contoh-contoh lain. Rasa cinta dan benci, percaya dan tidak percaya, serta iman dan kufur. Ketiga pasang contoh tersebut selalu terjadi dalam hidup manusia sehari-hari sepanjang hidupnya. Kadang timbul rasa suka/cinta akan sesuatu namun ketika muncul sebuah pemicu akan timbul rasa benci yang mendalam. Begitu pula rasa percaya dan tidak percaya selalu menghinggapi hati manusia dalam hidupnya.

Bila kita bicara tentang Iman kepada Allah swt maka iman itu juga dapat berosilasi, naik dan turun sepanjang tahun dan sepanjang hidup manusia. Kadang kala iman dapat mencapai kondisi maksimum, kondisi dimana seorang hamba merasakan kedekatan yang sangat dalam dengan Khaliknya. Namun tatkala muncul sebuah atau beberapa pemicu maka iman dapat kendor dan bahkan meluncur menuju titik minimum. Kondisi iman yang berosilasi ini sering terjadi pada diri umat manusia dalam hidupnya. Dan ternyata memang hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya bahwa iman sesorang dapat naik dan turun.

Banyak faktor pemicu yang menyebabkan diantaranya adalah godaan setan, terbuai dengan kenikmatan dunia, lupa akan Khaliknya, jauh dari agama, tidak menjalankan perintah agama, dan kurangnya kondisi yang kondusif bagi tumbuh suburnya iman dihati.

Puasa di bulan Ramadhan adalah sebuah sarana bagi umat islam untuk kembali menaikkan kondisi iman yang telah berada pada titik minimum ke kondisi maksimum. Bulan ramadhan adalah sarana yang diberikan oleh Allah SWT bagi umat islam untuk mendapatkan kondisi yang kondusif bagi tumbuh suburnya iman. Dengan menjalankan puasa, shalat tarawih, dan ibadah-ibadah lainnya diharapkan iman yang telah kendor dan kurang mendapatkan "gizi" selama setahun yang berlalu akan kembali di recharge / di beri energi baru dan akan menjulang mencapai puncaknya saat Idul Fitri.

Jadi sebagai umat islam hendaknya kita sadar bahwa Allah SWT sangat sayang kepada kita. Allah ingin kita tetap dapat menjaga iman kita sepanjang tahun bahkan sepanjang hayat. Kita diberikan kesempatan satu bulan penuh untuk kembali membalik kondisi iman yang telah sempat lemah, berada pada posisi minimum kepada kondisi iman yang kembali kuat, penuh energi dan berada pada posisi maksimum.

Mari jangan sia-siakan faktor pemicu yang dapat membalik proses osilasinya secara positif, kembali iman kepada posisi maksimum. Jangan biarkan posisi iman yang telah lemah tetap berada pada posisi minimum. Kesemptan Ramadhan tidak datang dua kali setahun, dan belum tentu kita akan bertemu lagi ramadhan tahun depan.

Selamat menunaikan ibadah puasa 1430 H
Mohon maaf lahir bathin






Friday, July 17, 2009

Personal Statement on Terrorist Attack

Today, I am an International student of Indonesia
in The University of Queensland, Brisbane Australia state that :

1. I condemn in the strongest terms the terrorist attack that occured in Jakarta, July 17 2009 causing some deaths and injuries regardless of their motivation.

2. I express my deep sympathy and condolences to the victims and to their family of this brutal accident .

3. I urge Indonesian Government to reinforce the law and to fight against all the doer immediately, and to help all the victims.

4. I reaffirm my consent to combat terrors by all means.

M.Haris Effendi
PhD Student of The University of Queensland
Brisbane - Australia

Wednesday, July 15, 2009

Kenangan Indah Tanah Air Ku

Sudah hampir delapan bulan aku berada di negeri orang. Hidup sendiri tanpa keluarga dan sanak family. Memenuhi semua kebutuhanku sendiri. Memasak, menyuci, belanja, semuanya kukerjakan sendiri. Susah...? Sulit...?

Ya begitulah yang kurasakan. Tapi itu hanya kurasakan pada masa-masa awal kedatanganku. Tapi kini...? Tidak lagi.........

Kalau aku kembali mengingat kepada masa-masa awal kedatanganku delapan bulan silam, aku ingin tertawa sendiri. Mengapa..? Karena aku sangat naif dan begitu lugunya dimata teman-temanku. Hari pertama aku menginjakkan kaki di Brisbane, teman-teman mengajakku mencari semangkok bakso pada suatu sore. Dan serta merta aku katakan .....ayok.... Tapi eh......mereka malah ketawa.....pasti menertawakan aku. Mereka katakan bapak kira ini di Indonesia yang setiap saat dengan mudahnya kita mendapatkan jajanan murah meriah dan uuenak semaunya? Nehi...ini Aussy man. Semuanya ada tempatnya dan penuh aturan.

Dilain waktu aku diajak teman pergi ke sebuah tempat. Lalu aku tanya, kita naik apa? Teman tadi menjawab.....naik bus pak. Saya tanya lagi.....emang jauh banget sampek pake bus segala? (dalam pikiranku kalau naik bus ya paling tidak jaraknya lumayan jauh). Eh.....mereka tertawa lagi. Ternyata disini.....angkutan massal yang ada ya hanya bus kota kuning milik pemerintah itu.

Lebih parahnya lagi.....kami harus berjalan kaki ke halte yang jaraknya lumayan.......dan ketika tiba di halte.....kami harus menantikan bus hampir lebih 30 menit........... dan setelah tiba semuanya sibuk pada ngantri (kayak bebek iklan yamaha ya).....dan ee......tahunya kami tidak dapat kursi......alias harus berdiri. bayarnya sama jatah kursinya kok gak sama......? Saya berpikir......beda banget ya dengan sistem angkutan dinegeriku......yang walaupun amburadul... tapi sangat bersahabat. Kita dapat panggil angkot dimana saja dan kapan saja bahkan didepan rumah.......kita bisa pilih angkot yang pasti punya kursi kosong.......tidak harus ngantri.....dan jika kita ingin cepat dan lebih privasi kita bisa naik ojek.......atau becak.

Ketika pulang kami sudah sangat kelelahan. Ingin sekali rasanya tubuh ini direbahkan. Tetapi apa nyana? Kami harus ngantri lagi......dan......hampir 1 jam. Bayangkan saya sebagai warga Indonesia yang selalu tahu cepat dan efektif......secara spontan nanya ke teman-teman....emang gak ada angkutan lain? mereka jawab ada Pak.....taksi.....tapi harus bayar mehel..... Saya tanya lagi......emang gak ada angkot.....atau ojek ya?...ha...ha...konyol banget. Mereka semua ikut tertawa. Begitulah kenyataan yang harus diterima oleh seseorang yang baru pertama kali ke luar negeri.....seperti saya......pada masa-masa awal kedatangan dulu.

Seorang teman berkata...memang begitu Pak, segalanya terasa asing dan sulit bagi new comer.....saya dulu juga merasakan hal yang sama seperti bapak alami. Tapi nanti.....setelah lewat 3 bulan.....setelah bapak selesai beradaptasi dengan kondisi disini...... setelah bapak dapat memahami system kehidupan disini,..... singkatnya setelah aura bapak bersatu dengan aura Brisbane.......barulah Bapak akan menemukan suatu kehidapan yang aman, damai, teratur.......dan indah.

Kini semua itu terbukti. Aku telah dapat beradaptsi dengan sistem kehidupan disini, aku telah berhasil menyatukan auraku dengan aura kota ini... aku baru merasakan hidup..... yang sebenarnya hidup. Beruntungnya lagi, aku diberi Allah teman-teman dekat yang perhatian padaku, yang selalu mengajakku kepada kebaikan, memberiku suasana dan lingkungan yang bersahabat dan saling tolong menolong (bagi yang mau.......)

Namun, aku merasa ada sesuatu yang sangat kurindukan di dalam hati kecilku. Ada sesuatu yang hilang dari anganku......yang mana sesuatu itu telah tertanam sangat kuat didalam alam
bawah sadarku...dan tatkala itu bangkit......dapat membuat ku bersendu hati......dan meneteskan airmata. Apakah sesuatu itu?

Aku kadang teringat dengan kenangan indah akan tanah airku. Alamnya, hutannya, gunungnya, lautnya, pasar tradisionalnya, bau amis pasar ikannya, jengkolnya, petenya, belacannya, ikan kembung rebusnya, gado-gadonya, ojeknya, becaknya, pengemisnya, anak yatimnya, pengamennya, keruwetan stasiunnya, kemacetan jalannya, wajah-wajah susah rakyatnya ....dan yang paling kurindukan adalah suara azan dari corong mesjid, disamping wajah-wajah terkasih dalam hidupku yang takkan mungkin kulupakan.
Suatu kali pada acara pengajian, dihidangkan sayur lodeh.... teman makan lontong....spontan aku nyeletuk...wah lontongnya mana nih...? seorang teman berkata....gak boleh protes Pak, nanti kena denda (saya tahu teman ini pasti bercanda). tapi kerinduanku akan makanan tradisional yang satu ini...lontong....telah membuncah kembali alam bawah sadarku...akan kenangan Indonesia. Begitu juga...beberapa hari ini aku sering menonton siaran Metro TV melalui internet, seketika terdengar suara yang paling kurindukan....azan maghrib....serentak bulu roma ku meremang dan tanpa sadar aku mengikuti alunan suara indah muazzin sehingga mampu membuat mata ku berkaca-kaca.

Demikianlah, teramat banyak kenangan indah akan Indonesia yang tak dapat kulukiskan dengan kata-kata.......terlalu besar kecintaan ini akan diriMu..... wahai negeriku.......

Sehingga seperti yang tertulis dalam lagu nasional berikut ini, adalah sangat benar adanya :

Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
biarpun saya pergi jauh
tidakkan hilang dari kalbu

Tanah ku yang ku cintai
engkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani
yang masyhur permai dikata orang
tetapi kampung dan rumahku
disanalah ku merasa senang

tanah ku tak kulupakan
engkau kubanggakan


h a r i s - love you forever -



Wednesday, July 1, 2009

Nissan vs Nisan

Aku bahagia sekali setelah mengetahui bahwa visa anak dan istriku telah dikabulkan oleh kedutaan Australia yang berarti bahwa sebentar lagi kehidupanku disini akan lebih semarak dengan kehadiran orang-orang terkasih dalam hidupku.

Istriku selalu bertanya kepadaku dengan manjanya setiap kami chatting di dunia maya tentang bagaimana aku menjalani kehidupanku di sini, di negeri orang. Dia selalu ingin tahu tentang kegiatan study ku, kehidupan pribadiku termasuk makananku, keuanganku, teman-temanku, sampai kepada pekerjaan-pekerjaan yang jamak dilakukan oleh pelajar dan warga Indonesia disini. Aku selalu berusaha menjelaskan kepadanya hal-hal tersebut selengkap dan sejelas mungkin agar dia mengerti.

Suatu kali istriku bertanya, apakah aku masih ingat sholat, karena sering terjadi orang yang jauh dari keluarga lupa akan kewajibannya melaksanakan sholat. Aku katakan alhamdulillah bahwa aku masih ingat dan mempunyai kesempatan melaksanakan kewajibanku yang lima waktu itu disela-sela kesibukanku. Aku katakan bahwa bukan berarti karena aku jauh dari keluarga lantas aku melalaikan kewajibanku sebagai hamba Allah. Aku di utus pemerintah kesini juga karena izin dan ridho Allah semata.

Pembicaraan berlanjut dan kami pun sampai pada pembicaraan tentang harta. Istriku bergurau 'Pa, kapan kita punya Nissan (Nissan Terano mobil impian kami)? Aku jawab, InsyaAllah kalau tiba saatnya Allah akan menitipkannya pada kita. Istriku berkata bahwa banyak teman dan warga di Indonesia yang telah terlena akan harta sehingga membuat mereka lupa akan akhirat. Mereka rela melakukan apa saja termasuk korupsi, menyuap, menipu, dan melakukan kegiatan-kegiatan buruk lainnya untuk mendapatkan harta. Mereka lupa akan akhirat dimana segala amal perbuatan akan diperhitungkan dan tak ada kesempatan untuk mengelak. Mereka telah lupa pada Allah.

Aku katakan pada istriku semoga kita terhidar dari perbuatan buruk yang demikian. Kalaupun Allah mengizinkan kita menjadi orang berharta mari kita lakukan dengan cara yang halal, dengan kerja keras, dan usaha yang diridhoi Allah. Memiliki harta termasuk mobil bagus itu baik agar kita bisa menjadikannya alat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukannya malah menjadi sebab turunnya laknat Allah pada pemiliknya. Kita harus ingat apa tujuan Allah menciptakan manusia, ya semata-mata untuk mengabdi dan menyembahnya, serta mengagungkan Asmanya.

Kita harus ingat bahwa sekaya apapun seseorang maka diujung sana telah menanti sebuah rumah impian, yang akan menjadi kediaman abadi bagi pemiliknya. Namun sayang, kenyamanan dan kenikmatan rumah itu tidak dapat dipesan dengan harta apalagi harta yang haram, namun hanya dapat diperoleh dengan amal dan ibadah semasa didunia. Itulah kematian, yang akan ditandai dengan sebuah Nisan (batu nisan). Batu itu adalah batu yang paling tidak disukai oleh semua orang didunia ini, namun tak seorangpun dapat menolak datangnya Nisan yang satu ini. Oleh karena itu janganlah kita tergila-gila pada Nissan dengan melupakan Nisan yang abadi.

Istriku berkata,'ah papa kok cerita mati sih". Aku katakan tidak ada salahnya untuk mengingat mati sebagai rem dalam kehidupan agar kita dapat berhenti sejenak, mereview kembali sejauh mana persiapan kita untuk mengejar Nisan yang abadi, dan jangan hanya mengejar Nissan impian yang mempunyai tenaga 4000cc itu.

Alhamdulillah istriku paham, dan diskusi kami tentang Nissan vs Nisan berakhir manis, dan semoga kami tetap berada dalam lindunganNya.

Memiliki Nissan boleh tapi jangan lupa pada Nisan dimana tempat peristirahatan terakhir bagi kita nanti. Amin

Semoga bermanfaat.